JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Tifatul Sembiring, menyatakan senjata paling ampuh dalam memblokir situs porno adalah dengan memfilternya dari dalam diri sendiri. Hal ini karena cara pemblokiran dengan teknologi tidak akan bisa memberantas seluruh konten negatif.
“Tiap hari pasti ada saja situs yang baru. Jadi, kalau saya pribadi yang paling ampuh adalah filter dari dalam diri. Dengan begitu, pasti bisa memfilter seluruhnya,” ujar Tifatul, Rabu (18/8/2010), dalam Talkshow Internet Sehat, di Gedung Indosat, Jakarta.
Menurutnya, sebelum mengeluarkan kebijakan pemblokiran situs dengan konten negatif, pemerintah masih membiarkan masyarakat untuk menumbuhkan kesadarannya sendiri.
“Tapi makin lama justru bablas jadi pemerintah turun tangan dengan tiga pendekatan yakni teknologi, hukum, dan sosio kultural,” ujar Tifatul.
Dari bidang teknologi, pemerintah mengeluarkan beberapa program seperti ID-CERT (Computer Emergency Response Team) untuk mendeteksi kejahatan dunia maya serta pelaksanaan ICT Award untuk pengembangan konten positif.
“Lalu juga ada program internet sehat Perisai, Nawala Project yang digagas AWARI yang mampu memblokir konten negatif,” ungkap Menkominfo.
Sejumlah upaya hukum juga sudah dilakukan pemerintah terutama melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Pornografi. Sementara di bidang sosio kultural, pemerintah melakukan sosialisasi program INSAN (Internet Sehat Aman).
Akan tetapi, lagi-lagi Menkominfo menegaskan bahwa semua program ini berujung kembali pada kesadsaran setiap individu. Adapun, data pengguna internet dari hari ke hari terus meningkat.
Tahun 1998, data pengguna internet masih dibawah 200 juta. Sekarang, sudah lebih dari 1,9 M pengguna internet di seluruh dunia. Sebanyak 30% dari pengguna internet tersebut, tercatat pernah mengalami pelecehan seksual yang terjadi akibat internet.
Di Indonesia sendiri, pengguna internetnya sebanyak 30 juta, dan 64% di antaranya berasal dari golongan remaja. “Maka dari itu, kampanye menggunakan internet sehat dan aman, jadi agenda penting mengingat pertumbuhan internet sangat pesat terutama di kalangan remaja yang rentan terkena tindak kejahatan,” tegas Menkominfo.


PELUANG TENAGA IT

Meski masih banyak dibutuhkan di dalam negeri, peluang kerja di negeri orang pun terbuka lebar.
Dua tahun lalu ada berita yang cukup heboh sekaligus membanggakan buat bangsa Indonesia. Mungkin Anda masih ingat dengan nama Harianto Wijaya. Tak ingat, atau bahkan tak kenal pun tidak jadi soal.
Yang pasti, putra bangsa ini tercatat sebagai penerima pertama surat izin bekerja bagi warga asing di Jerman, langsung dari Menteri Tenaga Kerja Walter Riester. Harianto yang kala itu juga mahasiswa program doktor Jurusan Informatika di Universitas Teknik (RWTH) Aachen, Jerman, memang punya prestasi pendidikan TI (teknologi informasi) yang luar biasa. Tidak heran ia bisa mendapatkan green card.
Mengapa negara sekaliber Jerman mesti mendapat suplai tenaga TI dari luar negaranya? Kurang sumber daya? Dugaan itu ternyata betul. Perkembangan pesat teknologi informasi memang tidak hanya membuat ketar-ketir negara dunia ketiga, negara “dunia pertama” macam Jerman pun mulai merasakan akibatnya: kekurangan pakar TI yang tidak bisa didapatkan dari kalangan sendiri.
Maklum, jumlah yang dibutuhkan juga tak bisa dibilang sedikit. Tercatat saat itu sekitar 75.000 orang diperlukan oleh Jerman. Itu baru Jerman, belum negara lain. Tahukah Anda ternyata negara sebesar dan semaju Amerika Serikat(note: Bidang IT) pun masih mengimpor tenaga TI dari negara-negara di Asia, seperti India dan Cina. Nah, ini namanya peluang kan?
“Lowongan dari luar Indonesia untuk tenaga kerja TI kita banyak. Yang tercatat pada kami bisa puluhan ribu lowongan,” jelas Edi S. Tjahya, managing director JobsDB.com – sebuah portal informasi lowongan kerja. Lowongan sebanyak itu pun baru untuk wilayah Asia Pasifik.
Mengail di Negeri Orang
“Secara kualitatif, kondisi sumber daya manusia Indonesia di bidang IT tidak kalah kualitas dibanding SDM dari negara seperti India sekalipun,” papar Heru Nugroho, CEO PT Work IT Out, sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja TI ke luar negeri.
Peluang bagi tenaga kerja TI untuk keluar negeri pun terbuka luas, seperti yang diungkapkan oleh Budi Raharjo, pakar TI dari Institut Teknologi Bandung. “Kesempatan tetap terbuka, apalagi didukung oleh faktor bergesernya dominasi India yang dikenal sebagai sumber SDM TI,” tambah Budi.
Tawaran gajinya pun cukup menggiurkan. Bayangkan, untuk tenaga kerja TI kelas pemula sampai menengah, perusahaan di luar negeri berani menawarkan upah sekitar US$ 400 sampai US$ 600 (sekitar Rp 3, 6 juta sampai Rp 5,5 juta) per bulan.
“Di kelas yang sama di dalam negeri, paling mereka hanya ditawarkan gaji sekitar Rp 900.000 sampai Rp 2,5 juta per bulannya,” ungkap Heru.
Itu baru yang pemula. Untuk yang sudah punya keahlian spesifik dan berpengalaman, di luar negeri gajinya bisa mencapai US$ 2.000 – 2.500 (sekitar Rp 18,2 juta sampai 22,7 juta) per bulan. Tiga kali lipat dibanding di dalam negeri yang pasarannya sekitar Rp 7 sampai 10 juta.
Bidang kerja TI yang terbuka pun beragam dan hampir sama dengan yang ada di lokalan. “Engineer untuk networking dan wireless serta programer, yang banyak dicari,” ujar Budi.
Heru pun sependapat dengan Budi. Hanya saja, tenaga TI yang memiliki kemampuan terspesialisasi seringkali dicari.
“Kebanyakan yang dicari adalah pada bidang yang spesifik, misalnya SAP. Sayangnya agak susah mencari tenaga kerja yang sudah spesifik ini. Saya pernah kesulitan mencari tenaga analis dan programer spesifikasi Oracle, yang juga mesti menguasai detil dengan segala aksesori aplikasinya,” papar Heru.
Masalah Kualitas
Meski terbuka peluang kerja di luar negeri dan di dalam negeri, umumnya perusahaan di luar negeri menyodorkan banyak persyaratan, yang memang agak susah untuk ditembus. Nah, yang jadi persoalan ujung-ujungnya adalah kualitas.
“Kendala bahasa Inggris memang biasanya menjadi penghambat,” tandas Hadrian Nataprawira, CEO DBMnet, yang bergerak di bidang pendidikan web bersertifikasi. Juga faktor kultur yang berbeda.
Masalah lain yang muncul adalah jarangnya tenaga ahli yang andal dan berpengalaman di Indonesia. “Sebagai contoh, sulit mencari Java programmer dengan pengalaman lima tahun, padahal umumnya di Indonesia baru berpengalaman tiga tahun. Beda dengan India,” papar Budi.
Persyaratannya pun tidak sebatas ijazah dari universitas atau lembaga pendidikan. “Khusus untuk luar negeri, kalau cuman sebatas itu, agak susah kami memasarkannya. Pengalaman kerja dan sertifikasi keahlian bertaraf internasional merupakan hal yg cukup mutlak,” ujar Heru.
Perlu Sertifikasi
“Di lapangan kerja di luar, sertifikat keahlian TI seperti Microsoft, Cisco, dan sejenisnya lebih dihargai. Beda dengan di Indonesia yang mesti mengikuti standar Bappenas. Punya sertifikat seabreg-abreg, tapi tidak punya gelar S1, maka akan dihargai rendah,” papar Budi.(note:bener lho ini, udah dibuktikan hihi :D )
Sertifikasi berbeda dengan ujian, lisensi ataupun registrasi. Sertifikasi ini adalah semacam pengakuan keahlian yang dikeluarkan oleh vendor TI yang terkait. Misalnya sertifikasi Microsoft, Cisco, Unix, Oracle, Lotus, dan sebagainya.
Intinya sih, sertifikasi ditujukan untuk membentuk standar kemampuan dan penguasaan kerja TI. Mereka yang memiliki sertifikasi Microsoft, misalnya, akan diakui kemampuannya dalam mengoperasikan aplikasi-aplikasi keluaran Microsoft. Hal ini dikarenakan mereka secara langsung sudah di-training dan dididik oleh Microsoft training center atau lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh Microsoft.
Lembaga pendidikan bersertifikasi ini pun sekarang cukup banyak. Seiring semakin sadarnya para ahli TI untuk mengikuti perkembangan teknologi yang pesat.
Memang, ada perbedaan yang mendasar mengenai pentingnya sertifikasi dan ijasah. Ijazah adalah hasil pendidikan secara formal, dan sertifikasi adalah hasil belajar non-formal (semacam kursus). “Idealnya, seseorang SDM TI memiliki keduanya, ijazah dan sertifikasi,” papar Bambang Wahyudi, Dekan Faklutas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma.
LOWONGAN
(note:sering baca lowongan biar tau pasaran skill yang banyak dicari orang, trus biar siap kita diluar sana)
www.jobstreet.com
www.itjobs.org
www.careerbuilder.com
www.clickitjobs.com
www.jobsdb.com
www.dice.com
www.hotjobs.com/htdocs/channels/tech
www.how2findajob.com
www.itcareersource.com
www.itwow.com
www.jobcircle.com
jobs.internet.com
www.jobs.net/locations/id/indonesia.html
MODAL
Jika Anda ingin mencoba peruntungan Anda di bidang TI pada peluang kerja di luar negeri atau pun dalam negeri, tentu saja Anda mesti punya bekal. Apa saja modal yang mesti Anda miliki? Ancar-ancarnya sebagai berikut:
Berkemampuan bahasa internasional, minimal fasih bahasa Inggris(soalnya banyak artikel yang ditulis pakek bahasa ini)
Pengalaman kerja cukup
Memiliki sertifikasi keahlian atau spesialisasi di bidang TI bertaraf internasional(ini bener-bener akan memudahkan kita) Memiliki etika kerja yang baik(ini yang penting saudara-saudara, klo gak punya siap-siap dikucilkan, :P )

created by novi anto. Diberdayakan oleh Blogger.